Lencana Facebook

Lencana Facebook

Calender

Recent Komentar





Diberdayakan oleh Blogger.

Artikel Terkait

صلوة الفاتح Biografy Syeikh Ahmad Attijani RA Biografi Bilal Bin Rabah - Muazin Rasulullah SAW Cara Membuat Slide Show/Gambar Bergerak Biografy Sayidina Usman Bin Affan RA Biografy Sayidina Umar Bin Khatab RA Biografi Abu Bakar As-Sidiq Riwayat Hidup Syaikh An Nawawi Albantani Riwayat Kehidupan Imam Nawawi Addamsyiqi Biografi Imam Syafii Imam Syafi’i Biografy Imam Maliki Biografy Imam Hanafy SEJARAH WALI SONGO للحبيب على بن حسن العطاس حكاية نبى محمد صلى الله عليه والسلام حكاية نبى ادم عليه السلام حكية نبى نوح عليه السلام حكاية نبى هود عليه السلام حكاية نبى صالح عليه السلام
  • حكاية نبى ابراهيم عليه السلام
  • حكاية نبى لوط عليه السلام
  • حكاية نبى اسماعيل عليه السلام
  • حكاية نبى اسحاق عليه السلام
  • حكاية نبى يوسف عليه السلام
  • حكاية نبى الياس عليه السلام
  • حكاية نبى شعيب عليه السلام
  • حكاية نبى ذوالكفلى عليه السلام
  • حكاية نبى ايوب عليه السلام
  • حكاية نبى يونس عليه السللام
  • حكاية نبى موسى و هرون عليهما السلام
  • حكاية نبى داود عليه السلام
  • حكاية نبى سليمان علييه السلام
  • حكاية نبى عزير علبه السلام
  • حكاية نبي يحيى عليه السلام
  • حكاية نبى زكرى عليه السلام
  • حكاية نبى عيسى عليه اسلام
  • Kisah Nabi Muhammad SAW Keutamaan Sholawat Alfatih Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Daftar penumpang Sukhoi Superjet Hujan deras, evakuasi korban Sukhoi hari ini dihen.. MENGENAL JENIS JENIS DZIKIR DZIKIR IBADAH YANG SANGAT AGUNG Profil Pondok Pesantren Alfatih
      5 November 2013

      LANDASAN TASAUF SYEKH AHMAD ATTIJANI

      Dasar-dasar tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani di bangun di atas landasan dua corak tasawuf, yakni tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Dengan kata lain, Syekh Ahmad al-Tijani menggabungkan dua corak tasawuf, dimaksud dalam ajaran thariqatnya.
      Pengkajian menyangkut tasawuf falsafi, bukan sesuatu hal yang sederhana, sebab pengkajian ini sudah masuk dalam wilayah pemikiran; dan kaum thariqat, terlebih ummat Islam pada umumnya yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memasuki wilayah ini sangat terbatas. Keterbatasn ini, ditunjukan dalam sejarah pekembangan pemikiran Islam khusunya bidang tasawuf, banyak ummat Islam, menilai, bahwa tasawuf falsafi dianggap sebagai pemikiran yang menyimpang dari ajaran syari’at Islam.

      Dasar-dasar tasawuf falsafi yang dikembangkan Syekh Ahmad at-Tijani adalah tentang maqam Nabi Muhammad saw., sebagai al-Haqiqat al-Muhammadiyyah dan rumusan wali Khatm. Dua hal ini telah dibahas oleh sufi-sufi filusuf, seperti al-Jilli, ibn al-Farid dan ibn Arabi. Tentang pemikiran sufi-sufi ini, Syekh Ahmad al-Tijani mengembangkan dalam amalan shalawat wirid thariqatnya, yakni : shalawat fatih dan shalawat jauhrat al-Kamal. Konsep dasar haqiqat al-Muhammadiyyah ini disamping kontroversial, ia juga complicated. Atas dasar ini, tidaklah mengherankan apabila Syekh Ahmad al-Tijani memberikan “aba-aba” kepada setiap orang, termasuk muridnya yang ingin memasuki secara lebih jauh tentang diri dan thariqatnya. Untuk itu Syekh Ahmad al-Tijani menegaskan :



      إِذَا سَمِعْهتُمْ عَنِّى شَيْأً فَزِنُوْهُ بِمِيْزَانِ الشَّرْعِ فَمَا وَافَقَ فَخُذُوْهُ وَمَاخَالَفَ فَاتْرُكُوْهُ

      Artinya : “Apabila kamu mendengar apa saja dariku, maka timbanglah ia dengan neraca (mizan) syari’at. Apabila ia cocok, kerjakanlah dan apabila menyalahinya, maka tinggalkanlah”.
      Menurut KH. Fauzan, penegasan Syekh Ahmad al-Tijani ini merupakan pertanggung jawaban yang terbuka, lapang dada dan menyeluruh terhadap ajaran yang dikembangkannya

      Sedangkan KH. Badruzzaman melihat bahwa penegasan Syekh Ahmad al-Tijani tadi menunjukan pertaggung jawabannya bahwa segala sesuatu yang diungkapkannya mempunyai dasar-dasar syari’at.
      Hemat penulis, penegasan Syekh Ahmad al-Tijani di atas dilatarbelakangi dua hal : Pertama; Ia sendiri menyadari banyak ungkapan-ungkapan pengalaman spiritual dan fatwanya, akan sulit dijangkau oleh pemahaman masyarakat umum. Untuk itu, beliau menekankan untuk senantiasa mengembalikan kepada tatanan dasar syair’at. Dengan kata lain, secara terbuka dan tegas ia mengharuskan setiap orang yang akan meneliti ajarannya untuk senantiasa terlebih dahulu memahami petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw., secara menyeluruh dan mendalam. Kedua; Penegasan tersebut, dikarenakan “kekhawatirannya”, akan terjadi salah atau kurang tepat dalam memahami pengalaman spiritual dan fatwanya-fatwanya, sehingga tidak sesuai atau salah alamat dari apa yang dimaksudkan oleh dirinya. Kekhawatiran ini, didasarkan atas upaya penggabungan dua corak tasawuf yang dirumuskan dalam bentuk bacaan thariqatnya sebagai mana telah disebutkan. Sejak abad ke- Hijri, ajaran taswuf terpisah menjadi dua corak yakni tasawuf amali dan tasawuf falsafi yang dalam sejarah perkembangannya masing-masing mempunyai metode tersendiri. Sebagai wali yang mengaku memperoleh maqam wali khatm, al-Quthb al-Maktum, ia menyatukan kembali dan atau mengutuhkan kembali dua corak tasawuf tersebut. Hemat penulis, disinilah keunggulan Syekh Ahmad al-Tijani. Dan diduga peran inilah yang dimaksud dengan ungkapannya :

      قدماي هتان على رقبة كل ولتى لله تعالى.
       “Dua kakiku ini di atas tengkuk semua Waly Allah Swt.”
      Agaknya, hal tersebut di atas, sangat diantisipasi oleh KH. Badruzzaman, ia menegaskan, bahwa dalam melihat dan memahami fatwa-fatwa Syekh Ahmad al-Tijani, senantiasa harus melihatnya melalui petunjuk al-Qur’an dan sunnah secara menyeluruh dan mendalam, lahiriyah dan batiniyah. Penegasan KH. Badruzzaman ini, didasarkan atas pengalaman dirinya dalam menganalisis Syekh Ahmad al-Tijani dan Thariqatnya; dimana sebelum merintis pengembangan ajaran thariqat tijaniyah, ia adalah “penentang yang gigih” terhadap thariqat ini.

      Landasan tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani, sebagai mana telah dijelaskan membangun rumusan tasawufnya. Ada dua rumusan tasawuf yang dikemukakannya :
      a. Tentang definisi tasawuf; menurut Syekh Ahmad al-Tijani, tasawuf adalah :


      إِمْتِثَالُ اْلاَوَامِرِ وَاجْتِنَابُ النَّوَاهِى فِى الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ مِنْ حَيْثُ يَرْضَ لاَمِنْ حَيْثُ تَرْضَ
      Artinya : “Patuh mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik lahir maupun batin, sesuai dengan ridha-Nya bukan sesuai dengan ridha’mu”.
      Melalui rumusan definisi di atas, Syekh Ahmad al-Tijani ingin menunjukan bahwa pada dasarnya, ajaran tasawuf merupakan pengamalan syari’at Islam secara utuh, sebagai sarana menuju Tuhan dan menyatu dalam kehendak-Nya. Keterpaduan dalam tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad al-Tijani antara amaliah lahir dan amaliah batin, adalah sebagai wujud pengamalan syari’at Islam secara keseluruhan. Sebab pada bagian lain ia menyatakan bahwa ilmu tasawuf adalah : “Ilmu yang terpaut dalam qalbu para wali yang bercahaya karena mengamalkan al-Qur’an dan sunnah.

      Sejalan dengan pendapat ini, al-Tusturi (w. 456 H.) mengatakan bahwa ilmu tasawuf dibangun melalui kekuatan keterikatan terhadap Qur’an dan Sunnah.
      Sebagai wujud keterikatan Syekh Ahmad Al-Tijani dan thariqatnya terhadap syari’at, ia mengatakan bahwa syarat utama bagi orang yang mau mengikuti ajarannya adalah memelihara shalat lima waktu dan segala urusan syari’at. Dalam mengomentari landasan tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad al-Tijani, Muhammad al-Hapidz dalam ahzab wa awrad, mengatakan :

      والاصل الذى اسّس شيخنارصى الله المحا فظة على الشريعة علماوعملا.
       “Landasan pokok Thariqat Tijaniyah yang menjadi asas penopangnya adalah menjaga syari’at yang mulia, baik ilmiyah maupun alamiyah”
      Sedangkan KH. Badruzzaman, mengatakan bahwa landasan pokok Thariqat tijaniyah adalah memelihara syari’at yang mulia baik yang berhubungan dengan amaliah kalbu seperti khusyu (khusyuk), ikhlas (ikhlas) dan tawadha (rendah hati).

      b. Tentang penegasan ajaran tasawufnya
      Sebagai wujud penekanan keterikatan ajarannya terhadap syari’at, Syekh al-Tijani menegaskan bahwa patokan utama pengembangan ajarannya adalah al-Qur’an dan sunnah. Lebih tegas ia menyatakan :

      وَلَنَا قَاعِدَةٌ وَاحِدَةٌ عَنْهَا تُنْبِئُ جَمِيْعَ اْلأُصُوْلِ اَنَّهُ لاَحُكْمَ اِلاَّللهِ وَرَسُوْلِهِ وَلاَعِبْرَةَ فِى الحُكْمِ اِلاَّ بِقَوْلِ الله ِوقَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
       “Kami hanya mempunyai satu pedoman (Kaidah) sebagai sumber semua pokok persoalan (ushul), bahwasanya tidak ada hukum kecuali kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada ibarat dalam hukum kecuali firman Allah swt., dan sabda Rasul-Nya.
      Penekanan Syekh Ahmad al-Tijani ini, dimaksudkan untuk menegaskan keterikatan ajarannya terhadap syari’at (al-Qur’an dan sunnah).

      Sumber : Khadim Zawiah Tijaniah
      www.alfatihlebak.blogspot.com

      TORIQOH ATTIJANI

      Tarekat Tijaniyah
      Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani (1737-1815), salah seorang tokoh dari gerakan "Neosufisme". Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan Tuhan.

      At-Tijani dilahirkan pada tahun 1150/1737 di 'Ain Madi, bagian selatan Aljazair. Sejak umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Quran dan giat mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah menjadi guru. Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun. Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya. Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan intelektualnya ke Tilimsan selama lima tahun.

      Pada tahun 1186 (1772 - 1773), dia menuju Hijaz untuk menunaikan ibadah haji, dan meneruskan belajar di Makkah dan Madinah. Di dua kota Haramain ini, dia lebih banyak memfokuskan diri untuk berguru kepada banyak tokoh tarekat sufi dan mengamalkan ajarannya. Di antara tarekat yang dipelajarinya, misalnya Tarekat Qadiriyah, Thaibiyah, Khalwatiyah, dan Sammaniyah. Di Madinah dia belajar langsung kepada seorang tokoh sufi, Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman, pendiri tarekat Sammaniyah, yang mengajarinya ilmu-ilmu rahasia batin. Kemudian dari Makkah dan Madinah, dia menuju Kairo dan menetap untuk beberapa lama di sana. Pada tahun 1196 (1781 - 1782), atas saran dari seorang syekh sufi yang baru dikenalinya, dia kembali ke Tilimsan untuk mendirikan tarekat sendiri yang independen. Di sana at-Tijani mengadakan khalwat khusus, yakni memutuskan kontak dengan masyarakat sampai mendapatkan ilham (fath/kasyf).

      Dalam fath yang diterimanya, dia mengaku bahwa hal itu terjadi dalam keadaan terjaga. Ketika itu, Nabi SAW mendatanginya dan memberitahukan bahwa dirinya tidaklah berhutang budi pada syekh tarekat mana pun.

      Karena menurut dia, Nabi sendiri-lah yang selama ini menjadi pembimbingnya dalam bertarekat. Selanjutnya, Nabi SAW menyuruh dia untuk meninggalkan segala sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya berkenaan dengan tarekat. Bahkan dia juga diberi izin untuk mendirikan tarekat sendiri disertai wirid yang mesti diajarkan kepada masyarakat, yaitu istighfar dan shalawat yang diucapkan masing-masing sebanyak 100 kali.

      Setelah kejadian itu, ia kembali ber'uzlah di padang pasir dan berdiam di oase Bu Samghun. At-Tijani tampaknya menghadapi tekanan dari kaum otorita Turki. Di tempat inilah ia menerima ilham yang terakhir (1200/1786).

      Dalam fath ini Nabi SAW memberikan tambahan wirid, yaitu tahlil yang harus diucapkan sebanyak 100 kali. Nabi SAW juga mengatakan bahwa at-Tijani adalah penunggu yang akan menyelamatkan hamba Allah yang durhaka. Pada tahun 1213/1798, dia meninggalkan 'uzlahnya dari padang pasir dan pindah ke Maroko untuk memulai menjalankan misi yang lebih luas lagi, dari kota Fes. Di kota ini dia diterima baik oleh penguasa Maulay Sulaiman dan tetap tinggal di sana sampai wafatnya pada 22 September 1815, dalam usia 80 tahun.

      Meskipun dia banyak bertarekat dan menjadi muqaddam khalwatiyah (at-Tijani mempunyai silsilah Khalwatiyah), tetapi pada perkembangan selanjutnya, yakni setelah menjalani hidup sufistik secara ketat dan keras, dia kemudian mendirikan tarekat yang independen, yang diyakini atas izin Nabi SAW.

      Tarekat yang didirikan at-Tijani ini agak unik dan sedikit banyak berbeda dengan tarekat-tarekat lain terutama soal silsilahnya. Misalnya dari Syekh Ahmad, sang pendiri, langsung kepada Nabi SAW, melintas jarak waktu 12 abad. Begitu juga anggota tarekat ini bukan hanya tidak dibenarkan untuk memberikan bait 'ahd kepada syekh mana pun, tetapi juga melakukan dzikir untuk wali lain dan dirinya serta wali-wali dari tarekatnya. Menurut at-Tijani, Tuhan tidak menciptakan dua hati dalam hati manusia, dan oleh karenanya tak seorang pun dapat melayani dua orang mursyid sekaligus.

      Lagi pula, bagaimana mungkin seorang salik akan bisa sempurna menempuh suatu jalan, sedangkan pada waktu bersamaan ia juga sedang menampuh (mengambil) jalan lain?
      Sejak tinggal di kota Fes ini, at-Tijani lebih berkonsentrasi pada pengembangan tarekatnya sendiri. Sebagai seorang syekh tarekat yang berpengaruh dia berkali-kali diajak oleh penguasa negeri itu untuk bergabung dalam urusan politik. Namun, dia tetap menolak. Sikapnya inilah yang membuat dia semakin disegani, dicintai, dan dihormati, baik oleh penguasa setempat maupun oleh masyarakat sekitarnya. Lebih dari itu, pihak penguasa Maulay Sulaiman, meski permintaannya ditolak, tetap memberikan berbagai hak istimewa kepadanya.

      Semula tarekat yang dipimpin at-Tijani ini mendapatkan pengikut di Maghribi karena kecamannya terhadap ziarah ke makam para wali dan mawsin yang populer pada waktu itu. Namun karena perekrutan untuk menjadi muqaddam yang ditetapkan oleh at-Tijani agak longgar, misalnya dengan menunjuk sebagai muqaddam-muqaddam siapa pun yang melakukan bai'at, tanpa mengharuskan latihan selain dalam hukum dan aturan-aturan ritual, dengan tekanan utama pada ditinggalkannya semua ikatan dengan syekh-syekh lama kecuali dirinya. Sehingga setelah at-Tijani wafat, agen-agen tadi telah tersebar luas dan dengan sebuah sistem yang mendukungnya membuat dia mempunyai kekuatan penuh. Tarekat ini dengan segera menyebar luas dari Maghribi hingga Afika Barat, Mesir dan Sudan.

      Aktivistas gerakan Tarekat Tijaniyah terbukti sangat positif dan militan. Seperti halnya para pengikut tarekat Qadariyah dan Syadziliyah, para murid tarekat ini berjasa menyebarluaskan Islam ke berbagai kawasan Afrika.

      Menurut Coppolani, mereka menyiarkan Islam di kalangan pemeluk animisme dengan persaudaraan-persaudaraan sufi lainnya dan berada di garis terdepan dalam melakukan perlawanan terhadap ekspansi kolonialisme. Dari at-Tijani lalu diwakili oleh tokoh lainnya seperti al-Hajj Umar di Sudan Barat. Di Republik Turki, sebuah kelompok kecil penganut Tarekat Tijaniyah, adalah orang-orang muslim pertama yang secara terbuka menetang rezim sekulerisme sekitar tahun 1950.

      Tarekat ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1920-an, setelah disebarkan di Jawa Barat oleh seorang ulama pengembara kelahiran Makkah, Ali bin Abdullah at-Tayyib al-Azhari, yang telah menerima ijazah untuk mengajarkan tarekat ini dari dua orang syekh yang berbeda. Dan, pada tahun-tahun berikutnya, beberapa orang Indonesia yang belajar di Makkah menerima bai'at untuk menjadi pengikut Tarekat Tijaniyah dan mendapat ijazah untuk mengajar dari para guru yang masih aktif di sana.

      Ini terjadi setelah serbuan Wahabi kedua terhadap Makkah pada tahun 1824, dan kebanyakan tarekat lain tidak dapat lagi menyebarkan ajaran pengkultusan terhadap para wali, tampaknya masih dapat ditolelir.

      Di Indonesia, Tijaniyah ditentang keras oleh tarekat-tarekat lain. Gugatan keras dari kalangan ulama tarekat itu dipicu oleh pernyataan bahwa para pengikut Tarekat Tijaniyah beserta keturunannya sampai tujuh generasi akan memperlakukan secara khusus pada hari kiamat, dan bahwa pahala yang diperoleh dari pembacaan Shalawat Fatih, sama dengan membaca seluruh al-Quran sebanyak 1000 kali. Lebih dari itu, para pengikut Tarekat Tijaniyah diminta untuk melepaskan afiliasinya dengan para guru tarekat lain, yang dalam pandangan syekh pesaingnya dianggap sebagai praktik bisnis yang culas. Meski demikian, tarekat ini terus berkembang, utamanya di Cirebon dan Garut (Jawa Barat), Madura dan ujung Timur pulau Jawa sebagai pusat peredarannya. Penentangan ini baru mereda ketika Jam'iyyah Ahlith-Thariqah An-Nahdliyyah menetapkan keputusan setelah memeriksa wirid dan wadzifah tarekat ini. Dan tanpa memberikan pernyataan-pernyataan ekstremnya tarekat ini bukanlah tarekat sesat, karena amalan-amalannya sesuai ajaran Islam.

      Sepanjang tahun 80-an tarekat ini ngalami perkembangan yang sangat pesat, terutama di Jawa Timur. Respons terhadap perkembangan yang dicapai tarekat ini menyebabkan pecahnya kembali konflik dengan para guru dari tarekat lain. Akar konflik ini lebih tertuju kepada persaingan keras untuk mendapatkan murid dan perasaan sakit hati di kalangan sebagian guru yang kehilangan banyak murid berpindah ke Tarekat Tijaniyah.

      Kepindahan murid-murid dari tarekat lain ke Tarekat Tijaniyah ini berarti hilang pula murid-murid dari tarekat lain. Karena Tarekat Tijaniyah sama sekali tidak membolehkan para pengikutinya untuk berafiliasi lagi kepada syekh tarekat yang dianut sebelumnya.*** Salahuddin

      Ajaran dan Dzikir Tarekat Tijaniyah
      Sejauh ini at-Tijani tidak meninggalkan karya tulis tasawuf yang diajarkan dalam tarekatnya. Ajaran-ajaran tarekat ini hanya dapat dirujuk dalam bentuk buku-buku karya murid-muridnya, misalnya Jawahir al-Ma'ani wa Biligh al-Amani fi-Faidhi as-Syekh at-Tijani, Kasyf al-Hijab Amman Talaqqa Ma'a at-Tijani min al-Ahzab, dan As-Sirr al-Abhar fi-Aurad Ahmad at-Tijani. Dua kitab yang disebut pertama ditulis langsung oleh murid at-Tijani sendiri, dan dipakai sebagai panduan para muqaddam dalam persyaratan masuk ke dalam Tarekat Tijaniyah pada abad ke-19.

      Meskipun at-Tijani menentang keras pemujaan terhadap wali pada upacara peringatan haii tertentu dan bersimpati kepada gerakan reformis kaum Wahabi, tetapi dia sendiri tidak menafikan perlunya wali (perantara) tersebut. At-Tijani sangat menekankan perlunya perantara (wali) antara Tuhan dan manusia, yang berperan sebagai wali zaman. Oleh karena itu, buku panduan Tijani kalimatnya dimulai dengan, "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan sarana kepada segala sesuatu dan menjadikan sang Syekh perantara sarana untuk manunggal dengan Allah". Dalam hal ini, perantara itu tak lain adalah dia sendiri dan penerusnya. Dan sebagaimana tarekat-tarekat lain, tarekat ini juga menganjurkan agar anggota-anggotanya mengamalkan ajaran dengan menggambarkan wajah syekh tersebut dalam ingatan mereka, dan mengikuti seluruh nasehat syekh dengan tenang.

      Tarekat Tijaniyah mempunyai wirid yang sangat sederhana dan wadhifah yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari Istighfar, Shalawat dan Tahlil yang masing-masing dibaca sebanyak 100 kali. Boleh dilakukan dua kali dalam sehari, setelah shalat Shubuh dan Ashar. Wadhifahnya terdiri dari Istghfar (astaghfirullah al-adzim alladzi laa ilaha illa hua al hayyu al-qayyum) sebanyak 30 kali, Shalawat Fatih (Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad al-fatih lima ughliqa wa al-khatim lima sabaqa, nasir al-haqq bi al-haqq wa al-hadi ila shirat al-mustaqim wa'ala alihi haqqaqadruhu wa miqdaruh al-adzim) sebanyak 50 kali, Tahlil (La ilaaha illallah) sebanyak 100 kali, dan ditutup dengan doa Jauharatul Kamal sebanyak 12 kali.

      Pembacaan wadhifah ini juga paling sedikit dua kali sehari semalam, yaitu pada sore dan malam hari, tetapi lebih afdlal dilakukan pada malam hari. Selain itu, setiap hari Jum'at membaca Hayhalah, yang terdiri dari dzikir tahlil dan Allah, Allah, setelah shalat Ashar sampai matahari terbenam. Dalam hal dzikir ini at-Tijani menekankan dzikir cepat secara berjamaah. Beberapa syarat yang ditekankan tarekat ini untuk prosesi pembacaan wirid dan wadhifah: berwudlu, bersih badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, tidak boleh berbicara, berniat yang tegas, serta menghadap kiblat.

      Satu hal yang penting dicatat dari dzikir Tarekat Tijaniyah -- yang membedakannya dengan tarekat-tarekat lain -- adalah bahwa tujuan dzikir dalam tarekat ini, sebagaimana dalam Tarekat Idrisiyyah, lebih menitikberatkan pada kesatuan dengan ruh Nabi SAW, bukan kemanunggalan dengan Tuhan, hal mana merupakan perubahan yang mempengaruhi landasan kehidupan mistik. Oleh karena itu, anggota tarekat ini juga menyebut tarekat mereka dengan sebutan At-Thariqah Al-Muhammadiyyah atau At-Thariqah al-Ahmadiyyah, termanya merujuk langsung kepada nama Nabi SAW. Akibatnya, jelas tarekat ini telah memunculkan implikasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan mendadak terhadap asketisme dan lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas praktis. Hal ini tampak sekali dalam praktik mereka yang tidak terlalu menekankan pada bimbingan yang ketat, dan penolakan atas ajaran esoterik, terutama ekstatikdan metafisis sufi.

      Berikut petikan dari kitab As-sirr al-Abhar Ahmad at-Tijani yang menyangkut berbagai tata tertib, aturan dan dzikir dalam tarekat ini:

      "Anda haruslah seorang muslim dewasa untuk melaksanakan awrad, sebab hal (awrad) itu adalah karya Tuhannya manusia. Anda harus meminta izin kepada orang tua sebelum mengambil thariqah, sebab ini adalah salah satu sarana untuk wushul kepada Allah. Anda harus mencari seseorang yang telah memiliki izin murni untuk mentasbihkan Anda ke dalam awrad, supaya Anda dapat behubungan baik dengan Allah.

      Anda sebaiknya terhindar sepenuhnya dari awrad lain manapun selain awrad dari Syekh Anda, sebab Tuhan tidak menciptakan dua hati di dalam diri Anda. Jangan mengunjungi wali manapun, yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, sebab tidak seorang pun dapat melayani dua mursyid sekaligus. Anda harus disiplin dan menjalankan shalat lima waktu dalam jamaah dan disiplin dalam menjalankan ketentuan-ketentuan syari'at, sebab semua itu telah ditetapkan oleh makhluk terbaik (Nabi SAW). Anda harus mencintai Syekh dan khalifahnya selama hidup Anda, sebab bagi makhluk biasa cinta semacam itu adalah sarana untuk kemanunggalan: dan jangan berfikir bahwa Anda mampu menjaga diri Anda sendiri dari Kreativitas Tuhan Semesta, sebab ini adalah salah satu ciri dari kegagalan.

      Anda dilarang untuk memfitnah, atau menimbulkan permusuhan terhadap Syekh Anda, sebab hal itu akan membawa kerusakan pada diri Anda. Anda dilarang berhenti untuk melantunkan awrad selama hidup Anda, sebab awrad itu mengandung misteri-misteri Sang Pencipta. Anda harus yakin bahwa Syekh mengatakan kepada Anda tentang kebijakan-kebijakan, sebab itu semua termasuk ucapan-ucapan Tuhan Yang Awal dan Yang Akhir.

      Anda dilarang mengkritik segala sesuatu yang tampak aneh dalam thariqah ini, atau Penguasa Yang Adil akan mencabut Anda dari kebijak-kebijakan.

      Jangan melantunkan wirid Syekh kecuali sesudah mendapat izin dan menjalani pentasbihan (talqin) yang selayaknya, sebab itu keluar dalam bentuk ujaran yang lugu. Berkumpullah bersama untuk wadhifah dan dzikir Jum'at dengan persaudaraan, sebab itu adalah penjagaan terhadap muslihat syetan. Anda dilarang membaca Jauharat al-Kamal kecuali dalam keadaan suci dari hadats, sebab Nabi SAW akan hadir dalam pembacaan ketujuh.

      Jangan menginterupsi (pelantunan yang dilakukan oleh) siapa pun, khususnya oleh sesama sufi, sebab interupsi semacam itu adalah cara-cara syetan. Jangan kendur dalam wirid Anda, dan jangan pula menundanya dengan dalih apa pun atau yang lain, sebab hukuman akan jatuh kepada orang yang mengambil wirid lantas meninggalkan sama sekali atau melupakannya, dan dia akan menjadi hancur. Jangan pergi dan mengalihkan awrad tanpa izin yang layak untuk malakukan itu, sebab orang yang melakukan hal itu dan tidak bertaubat niscaya akan sampai kepada kejahatan dan kesengsaraan akan menimpanya. Anda dilarang memberitahukan wirid kepada orang lain kecuali saudara Anda dalam thariqah, sebab itu adalah salah satu pokok etika sains spiritual".

      Setiap tarekat memiliki satu atau lebih doa kekuatan khusus, misalnya Hizb al-Bahr milik Tarekat Syadziliyah, Subhan ad-Daim Isawiyah, Wirid as-Sattar milik Khalwatiyah, Awrad Fathiyyah milik Hamadaniyyah, dan lain-lain. Ciri khusu dari dzikir dan wirid yang menjadi andalan milik penuh tarekat ini adalah Shalawat Fatih dan Jauharat al-Kamal. Mengenai Shalawat Fatih, at-Tijani mengatakan bahwa dirinya telah memperintahkan untuk mengucapkan doa-doa ini oleh Nabi SAW sendiri. Meskipun pendek, doa itu dianggap mengandung kebaikan dalam delapan jenis: orang yang membaca sekali, dijamin akan menerima kebahagiaan dari dua dunia; juga membaca sekali akan dapat menghapus semua dosa dan setara dengan 6000 kali semua doa untuk memuji kemuliaan Tuhan, semua dzikir dan doa, yang pendek maupun yang panjang, yang pernah dibaca di alam raya. Orang yang membacanya 10 kali, akan memperoleh pahala yang lebih besar dibanding yang patut diterima oleh sang wali yang hidup selama 10 ribu tahun tetapi tidak pernah mengucapkannya. Mengucapkannya sekali setara dengan doa seluruh malaikat, manusia, jin sejak awal penciptaan mereka sampai masa ketika doa tersebut diucapkan, dan mengucapkannya untuk yang kedua kali adalah sama dengannya (yaitu setara dengan pahala dari yang pertama) ditambah dengan pahala dari yang pertama dan yang kedua, dan seterusnya.

      Tentang Jauharat al-Kamal, yang juga diajarkan oleh Nabi SAW sendiri kepada at-Tijani, para anggota tarekat ini meyakini bahwa selama pembacaan ketujuh Jauharat al-Kamal, asalkan ritual telah dilakukan sebagaimana mestinya, Nabi SAW beserta keempat sahabat atau khalifah Islam hadir memberikan kesaksian pembacaan itu. Wafatnya Nabi SAW tidaklah menjadi tirai yang menghalangi untuk selalu hadir dan dekat kepada mereka. Bagi at-Tijani dan anggota tarekatnya, tidak ada yang aneh dalam hal kedekatan ini. Sebab wafatnya Nabi SAW hanya mengandung arti bahwa dia tidak lagi dapat dilihat oleh semua manusia, meskipun dia tetap mempertahankan penampilannya sebelum dia wafat dan tetap ada di mana-mana: dan dia muncul dalam impian atau di siang hari di hadapan orang yang disukainya.

      Akan tetapi kaum muslim ortodoks membantah penyataan Ahmad Tijani dan para pengikutnya yang menyangkut pengajaran Nabi SAW ini kepadanya. Sebab jika Nabi SAW secara pribadi mengajari at-Tijani rumusan-rumusan doa tertentu maka itu berarti bahwa Muhammad telah "wafat" tanpa menyampaikan secara sempurna pesan kenabiannya, dan mempercayai hal ini sama dengan tindak kekafiran, kufr.

      Tentu saja, alasan kaum muslim ortodoks ini masih bisa diperdebatkan, misalnya tanpa bermaksud membela tarekat ini dengan mempertanyakan kembali, apakah betul pengajaran Nabi SAW melalui mimpi itu berarti mengurangi kesempurnaan kenabiannya? Bukankah substansi dari pengajaran itu lebih tertuju kepada perintah bershalawat yang masih dalam bingkai pesan kenabian (syari'at), dan bukan merupakan hal yang baru? Bukankah Nabi SAW pernah bersabda bahwa mimpi seorang mukmin seperempat puluh enam dari kenabian? Menyangkut pahala pembacaannya, bukankah rahmat dan anugerah Allah yang tak terhingga akan tercurahkan kepada umat Islam yang senantiasa mewiridkan shalawat kepada sang hamba paripurna, kekasih dan pujaan-Nya, Muhammad Rasulullah SAW?.

       http://www.sufinews.com/
      www.alfatihlebak.blogspot.com

      WIRID TORIQOH ATTIJANI


      Auradul Laazimah / wirid wajib, yang harus di amalkan oleh murid / Ihwan Thariqah At Tijany, diantaranya : 1. Wirid Laazim 2. Dzikir Wadzifah 3. Dzikir Hailalah 1.WIRID LAZIM MUQADDIMAH 
      الى حضرة النبى المصطفى المرتضى رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلى اله واصحابه وعلماء


      Auradul Laazimah / wirid wajib, yang harus di amalkan oleh murid / Ihwan Thariqah At Tijany, diantaranya :
      1. Wirid Laazim
      2. Dzikir Wadzifah
      3. Dzikir Hailalah

      1.WIRID LAZIM
      MUQADDIMAH

      الى حضرة النبى المصطفى المرتضى رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلى اله واصحابه وعلماء الذ ين بلغوانا د ين الاسلام وخصوصا الى حضرة سيد نا وسند نا وقد وتنا ابى العباس احمد بن محمد التجا نى رضى الله عنه وعلى اله واصحابه ومريد ه واتبا عه من الانس والجا ن رضوا ن الله ورحمته عليهم الفاتحة ،

      Baca Al Fatihah
      Baca Shalawat Al Fatih 3 x
      Lalu membaca

      ان الله وملا ئكته يصلون على النبى يا ايها الذ ين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما صلى الله على سيد نا محمد وعلى اله وصحبه وسلم تسليما ، سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين ، اعوذبالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم وما تقد موا لانفسكم من خير تجد وه عند الله هو خير واعظم اجرا واستغفر الله ان الله غفور رحيم


      Lalu niat, yaitu :


      نويت تعبد الى الله تعالى با داء وردنا اللازم فىطريقتنا التجانية طريقة حمد وشكر ايمانا واحتسابا لله تعالى
      Lalu baca istigfar 100 x ( استغفر الله ) ditutup …
      سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين
      Lalu membaca Shalawat 100 x minimal
      ( اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ا ل ) namun lebih afdhalnya baca shalawat Al Fatih 100 x lalu ditutup :

      سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين،

      Lalu membaca kalimatut Tauhid : 99 x
      Lalu ditutup (
      لااله الاالله)
      (
      لااله الاالله) 1x yang dibaca keras dan panjang – lalu lafadz

      سيدنا محمد رسول الله ، عليه سلام الله ، سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين

      F. Tahtim (penutup)

      ان الله وملا ئكته يصلون على النبى يا ايها الذ ين امنوا صلواعليه وسلموا تسليما صلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم تسليما ، سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين

      - ditutup dengan membaca fatihah dan do’a.
      2. DZIKRUL WADZIFAH
      A. MUQADDIMAH sama dengan muqaddimah wirid lazim
      B. Niyat :

      اللهم انى نويت التعبد الىالله تعالىبا داء ذكر الوظيفة فى طريقتنا التجانية طريقة حمد وشكر ايمانا وحتسابا لله تعالى

      C. Baca Istigfar 30 x

      استغفر الله العظيم الذ ى لااله الا هو الحي القيوم

      lalu ditutup

      سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين،

      D. Baca shalawat Al Fatih 50 x (tidak bisa diganti dengan shalawat lain)

      اللهم صل على سيد نا محمد الفاتح لما اغلق والخاتم
      لما سبق نا صر الحق با لحق والهاد ى الى صراطك المستقيم وعلى اله حق قد ره ومقداره العظيم

      lalu ditutup

      سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين،

      Baca kalimatut Tauhid ( hailalah ) ( لااله الا الله )
      99 x ditutup dengan membaca

      لااله الا الله ، سيدنا محمد رسول الله ، عليه سلام الله

      yang di baca keras dan dipanjangkan – lalu ditutup

      سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين

      Baca Jauharatul Kamal 12 x . pada bacaan ke 12 dibaca dengan menadahkan tangan (sikap berdoa).

      اللهم صل وسلم علىعين الرحمة الربانية والياقوتة المتحققة الحائطة بمركز الفهوم والمعانى ونور الاكوان المتكونة الاد مى صا حب الحق الربانى البرق الاسطع بمزون الارباح المالئة لكل متعرض من البحور والاوانى ونورك اللامع الذ ى ملأت به كونك الحائط با مكنة المكانى اللهم صل وسلم علىعين الحق التى تتجلى منها عروش الحقائق عين المعارف الاقوم صراطك التام الاسقم ، اللهم صل وسلم على طلعة الحق با لحق الكنز الاعظم افا ضتك منك اليك احاطة النور المطلسم صلى الله عليه وعلى اله صلاة تعرفنا بها ايا ه.

      Setelah selesai membaca yang ke 12 lalu ditambah dengan membaca :

      ان الله وملائكته يصلون على النبى ياايها الذ ين امنواصلواعليه وسلموا تسليما ، و صلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم تسليما ،سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين .

      Kemudian membaca :

      يا سيد ى يا رسول الله هد ه هد ية منى اليك فا قبلها بفضلك وكرمك يا سيد ي يا رسول الله صلى الله عليك وعلى الك واصحابك وازواجك وذ ريتك . جزى الله عنا سيدنا ونبينا ومولانا محمد صلى الله عليه وسلم خيرا الجزاء ، جزى الله عنا سيدنا وقدوتنا واما منا الى الله القطب المكتوم ابى العباس احمد بن محمد التجانى رضى الله عنه خيرا الجزاء ، جزى الله عنا خليفته سيد ى الحاج على حرازم رضى الله عنه خيرا الجزاء ، جزاالله عنا سادتنا الكرام المجيزين لنا والمفيدين لناعن سيدنا رضى الله عنه خيرا الجزاء ، اللهم غمسنا واياهم فى دائرة الرضا والرضوان واغرقنا وايا هم فى د ائرة الفضل والامتنا ن ، اللهم امن روعتنا وروعتهم واقل عثرتنا وعثرتهم والطف بنا وبهم لطفا عاما ولطفا خاصا واد مالهم علينا من الحقوق والتبعات من خزاءن رحمتك بمحض فضلك ومنتك يا ذ ا الفضل الجسيم والمن العظيم آمين ، سبحا ن ربك رب العزة عما يصفون وسلام علىالمرسلين والحمدلله رب العالمين،

      3. Dzikrul Hailalah ( ba’dal ‘Asri Yaumil Jum’ah)
      a. Muqaddimah
      b. Niyat

      نويت التعبد الى الله تعالى با داء ذ كر الهيللة يوم الجمعة فىطريقتنا التجانية طريقة حمد وشكر ايمانا واحتسابا لله تعالى

      Membaca Hailalah (
      لااله الاالله ) atau membaca lafal ( الله ) atau kedua duanya tanpa dihitung sampai maghrib. Kalau sendirian maka bacalah sebanyak 1600 x / 1500 x / 1200 x / sedikitnya1000 X lalu akhiri dengan lafadz

      ،لااله الاالله ، سيدنا محمد رسول الله ، عليه سلام الله

      yang dibaca dengan suara keras dan panjang, lalu membaca :

      سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين ،

      d. Tahtim dan do’a.
      catatan :
      Pada hari Jum’at ada saat / waktu yang istijabah. Salah satunya adalah setelah sholat ashar. Dalam kitab I’anatut Thalibin juz 1/ 91 disebutkan :

      يوم الجمعة ثنتا عشر سا عة فيه سا عة لايوجد فيها مسلم يسأ ل الله شيئا الا اعطا ه ايا ه فالتمسوها أخر سا عة بعد العصر. ( اعانة الطالبين : 1/91)

      Pada hari jum’at ada 12 saat / jam. Tak seorang muslimpun yang memohon sesuatu pada Allah Swt. kecuali Allah akan memberinya, carilah waktu tersebut pada akhir saat setelah waktu ashar. ( I’anatut Tholibin juz 1 halaman 91 ).

      قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم : عن أبي هريرة قا ل : أ خذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بيد ي فقا ل : خلق الله عز وجل التربة يوم السبت وخلق فيها الحبا ل يوم الاحد وخلق الشجر يوم الاثنين وخلق المكروه يوم الثلاثاء وخلق النور يوم الاربعاء وبث فيها الدواب يوم الخميس وخلق أد م عليه السلام بعد العصر من يوم الجمعة في آخر الخلق في آخر سا عة من سا عة الجمعة فيما بين العصر الى اليل. (رواه مسلم)

      Dari Abi Hurairah RA. ia berkata : “ Rasulullah Saw. memegang tanganku kemudian bersabda: Allah Azza Wajalla menciptakan tanah ( bumi ) pada hari sabtu, dan Allah menciptakan gunung-gunung diatas bumi pada hari ahad, dan menciptakan pepohonan pada hari senin, dan menciptakan kemalangan pada hari selasa, menciptakan cahaya pada hari rabu, menebarkan binatang-binatang melata pada hari kamis dan menciptakan nabi Adam AS, setelah ashar hari jum’at diakhir ciptaanNya pada detik-detik terakhir hari jum’at yaitu diantara waktu ashar hampir maghrib ( malam ) ( HR. Muslim )
      www.alfatihlebak.blogspot.com

      Recen Comen

      Pengikut

      Lencana Facebook